Billboard Gaya Retro: Cara Brand Menyentuh Emosi dengan Gaya 90an dan Awal 2000an
Bayangkan melihat video era 1950-an diatas, di billboard di tengah jalan, dan endingnya muncul brand kamu, generasi yang dulu ‘hidup’ di masa tersebut, pasti akan lebih terpikat daripada dengan iklan biasa. Di era digital yang cepat dan penuh distraksi, banyak orang justru mencari hal-hal yang terasa familiar dan hangat. Di sinilah nostalgia marketing mengambil peran penting.
Bagi Gen Z dan milenial, tahun 90-an dan awal 2000-an bukan sekadar kenangan, tapi bagian dari identitas. Lagu pop tahun 2000, font ala Windows 98, atau iklan sereal tahun 90-an bisa langsung membangkitkan rasa nyaman, lucu, bahkan emosional.
Baca juga : Evolusi Marketing 1.0 hingga 5.0: Perubahan Fokus Brand dan Pola Konsumen di Era Digital
Dan ketika elemen-elemen ini muncul dalam bentuk billboard di jalanan—media yang real dan tak bisa di-skip—pesan tersebut jadi lebih kuat. Billboard pun bertransformasi menjadi mesin waktu yang bukan hanya membawa audiens ke masa lalu, tapi membawa brand masuk ke memori mereka.
Billboard nostalgia adalah bentuk iklan luar ruang yang secara visual, verbal, dan emosional membangkitkan kembali suasana, gaya, dan semangat masa lalu—khususnya era 1990-an hingga awal 2000-an.
Alih-alih menggunakan desain modern yang clean dan minimalis, billboard nostalgia justru tampil mencolok, penuh warna, dan kadang “berantakan dengan sengaja”—karena itulah gaya komunikasi iklan zaman dulu.
Karakteristik Billboard Nostalgia:
- Visual retro: Layout iklan seperti majalah tahun 90-an, poster bioskop jadul, atau bahkan kartu ucapan ala CD-ROM.
- Tone copywriting: Kata-kata seperti “Keren Abis!”, “Wajib Coba!”, “Rasa Lama, Cinta Lama Datang Kembali” dipakai untuk menciptakan vibe masa kecil atau remaja dulu.
- Sentuhan budaya pop: Elemen visual seperti cassette tape, joystick PlayStation 1, Tamagotchi, atau fashion Y2K bisa langsung memancing ingatan.
Yang membuat billboard ini istimewa adalah kemampuan untuk menyentuh perasaan audiens secara spontan, bukan hanya dengan logika. Ketika seseorang berkata, “Eh, ini kayak waktu aku SD deh!”, itu artinya billboard kamu sukses.
Elemen Visual yang Membuat Billboard Terasa “Retro Banget”
Agar billboard benar-benar membawa audiens menyelami waktu, visual adalah kuncinya. Berikut adalah elemen-elemen khas yang bisa kamu aplikasikan:
Palet Warna
Gunakan warna-warna yang hangat, sedikit pudar, atau neon cerah—tergantung era yang ingin dibawa:
- 1990-an: Neon pink, turquoise, ungu elektrik, kuning stabilo
- 2000-an awal (Y2K): Silver metalik, biru langit, putih susu, gradasi pelangi
Tipografi Khas Era Tersebut
Pilih font seperti:
- Comic Sans, Impact, Cooper Black – sangat populer di brosur dan iklan TV.
- Arial Black dengan stroke putih – ciri khas meme awal 2000-an.
Gaya Desain
- Gunakan glitch, efek VHS, frame TV CRT, atau shadow tebal.
- Sisipkan sticker-sticker gaya Windows 98 seperti ikon CD, notifikasi pop-up, atau logo jadul.
Gambar Pendukung
Visual seperti walkman, baju SMP, handphone lipat, iklan jadul (dengan model gaya rambut jambul atau poni lempar), dan mainan lawas akan memperkuat pesan nostalgia.
Contoh nyata: Billboard kopi susu lokal menampilkan karakter anak remaja tahun 2000-an dengan rambut belah tengah, duduk di warung sambil pegang Nokia 3310—langsung viral karena “terasa banget masa SMP-nya.”
Manfaat Nostalgia Marketing untuk Brand
Menggunakan nostalgia bukan cuma strategi desain, tapi alat komunikasi emosional yang sangat efektif. Inilah kenapa banyak brand mulai mengadopsinya:
Meningkatkan Memori Jangka Panjang
Iklan dengan sentuhan personal—seperti memori masa kecil—lebih mudah diingat karena terhubung langsung dengan pengalaman hidup audiens.
Membuka Percakapan dan Engagement
Konten nostalgia sering memancing komentar seperti:
“Dulu aku sering main ini waktu SD!”
“Inget banget, iklan zaman dulu kayak gini!”
Respons seperti ini menciptakan keterlibatan emosional dan interaksi organik, baik offline (di jalan) maupun online (di media sosial).
Baca juga : 15 Jenis Strategi Pemasaran Produk yang Efektif: Mana yang Cocok Untuk Bisnis Anda?
Menjangkau Gen Z dan Milenial Sekaligus
- Milenial (lahir 1985–1995) merasakan nostalgia sebagai kenangan masa kecil.
- Gen Z (lahir 1996–2012) menyukai gaya retro sebagai bagian dari identitas estetik mereka (aesthetic movement di TikTok, misalnya Y2K fashion, analog culture, dll).
Mendorong UGC (User-Generated Content)
Visual retro yang lucu atau nyeleneh mendorong audiens untuk memotret dan membagikan billboard tersebut. Artinya: iklan kamu akan tampil dua kali—di jalan dan di story Instagram mereka.
Real Case: Brand yang Sukses dengan Billboard Bergaya 90-an & 2000-an
Spotify Wrapped: Nostalgia yang Diceritakan Ulang
Spotify pernah membuat billboard dengan gaya iklan tahun 2000-an, menampilkan teks seperti:
“Inget lagu ini? Sekarang kamu bisa replay sepuasnya.”
Visualnya didesain seperti iklan kaset atau CD-R lengkap dengan stiker diskon, background gradient, dan frame seperti cover album jadul. Hasilnya? Viral. Banyak netizen membagikan billboard itu dengan caption:
“Spotify tuh ngerti banget kita, ya!”
Tokopedia x Project Pop (2023)
Kampanye ini menampilkan Project Pop, grup musik humor era 2000-an, dalam gaya poster zaman dulu. Billboardnya tampak seperti koran iklan promo tahun 2003, lengkap dengan font besar merah, bintang-bintang, dan layout jadul.
Efeknya? Milenial merasa “dikenang,” Gen Z merasa ini unik dan lucu. Engagement meningkat di berbagai platform.
Levi’s Retro Revival – Billboard Denim Klasik
Levi’s merilis koleksi ulang 501 Originals dan memadukannya dengan billboard retro bernuansa 90-an—lengkap dengan foto grainy, lighting ala kamera film, dan teks copywriting bergaya iklan cetak lawas. Kampanye ini sukses memperkuat heritage Levi’s sebagai ikon budaya lintas generasi.
Tantangan dan Hal yang Perlu Diperhatikan
Meski seru dan penuh potensi, billboard nostalgia tetap harus dieksekusi dengan hati-hati. Berikut tantangan utamanya:
Risiko Salah Era
Jangan mencampur gaya 80-an dengan 2000-an. Setiap dekade punya ciri khas desain, fashion, dan tone yang unik. Salah ambil referensi bisa bikin billboard terasa aneh atau “maksa.”
Kesan Gimmick Tanpa Konten
Kalau visual sudah retro tapi pesannya kosong, audiens bisa merasa brand cuma ikut tren tanpa makna. Ini bisa menyebabkan audiens kehilangan rasa percaya.
Tidak Nyambung dengan Produk
Produk modern seperti gadget, fintech, atau e-wallet harus dihubungkan dengan konteks masa kini, meski desainnya retro. Jangan sampai visualnya jadul, tapi tidak nyambung dengan fitur produk.
Tips Menggabungkan Nostalgia dan Relevansi Masa Kini
Kunci keberhasilan billboard nostalgia adalah menggabungkan kesan masa lalu dengan relevansi saat ini. Berikut strategi kreatifnya:
Gunakan Desain Lama untuk Fitur Baru
Contoh: E-wallet menampilkan tampilan “buku tabungan jadul” tapi berisi saldo digital dari aplikasi. Ini menciptakan kontras menarik.
Integrasikan Teknologi Modern
Tambahkan QR code, filter AR, atau link playlist retro untuk menghubungkan billboard fisik ke dunia digital. Misalnya:
Scan di sini buat dengerin playlist nostalgia kamu!
Kolaborasi dengan Tokoh Nostalgia
Ajak musisi lama, aktor sinetron lawas, atau kartunis era 90-an untuk tampil di billboard. Kehadiran mereka memberi validitas emosional dan daya tarik antargenerasi.
Baca juga : Apa Itu Word of Mouth Marketing dan Cara Efektif Meningkatkannya di Bisnismu!
Gunakan Bahasa Lama Tapi dengan Sentuhan Baru
Misalnya:
“Rasanya kayak jajan depan sekolah. Bedanya, ini bisa dipesan online!”
Kalau kamu ingin merancang billboard retro yang benar-benar berhasil—baik dari sisi copywriting, visual, maupun respons emosi—tim CRS siap bantu bikin ide kreatif dan naskahnya. Kita bisa sesuaikan dengan produk, kota target, dan audiens agar terasa seperti “kenangan yang tampil di jalan raya. Klik banner di bawah ini dan konsultasikan, sekarang!