Pernah melihat billboard besar yang bukan cuma tampil dengan bahasa nasional, tapi justru pakai bahasa khas daerah? Atau menyapa kamu dengan panggilan khas kota asalmu?
Misalnya:
“Arek Suroboyo, wis ngombe kopi dinginmu hari iki?” “Jaksel, kamu memang beda! Tapi dompetmu tetap butuh diskon, kan?”
Itulah yang disebut strategi billboard hyperlocal—cara brand berkomunikasi yang terasa lebih dekat, lebih personal, dan lebih membumi. Di era di mana konsumen sudah muak dengan iklan generik, pendekatan seperti ini justru memberikan kejutan menyenangkan yang membuat audiens merasa dihargai sebagai individu, bukan statistik.
Apa Itu Hyperlocal Targeting dalam Iklan Luar Ruang?
Hyperlocal targeting adalah strategi pemasaran yang mengarahkan pesan ke wilayah yang sangat spesifik—bukan hanya tingkat kota, tapi bisa sampai tingkat kecamatan, kelurahan, atau bahkan satu ruas jalan tertentu. Dalam dunia digital, kita mengenalnya lewat iklan berbasis GPS atau pencarian lokal (“cari kopi dekat sini”)—tapi dalam konteks billboard, pendekatannya jauh lebih visual dan… terasa “dekat”.
Billboard hyperlocal bukan sekadar soal lokasi pemasangan, tetapi bagaimana pesan iklannya benar-benar berbicara dalam bahasa, konteks, dan suasana yang dimengerti oleh warga setempat.
Artinya, billboard seperti ini:
Tidak terasa “dikirim dari pusat” tapi justru seperti “datang dari tetangga sebelah”.
Menggunakan bahasa daerah atau logat khas, seperti “Kulo nuwun” di Jogja atau “Iyo lah!” di Medan.
Menyebut nama tempat yang familiar: alun-alun, simpang, flyover, atau warung viral setempat.
Bahkan bisa menyelipkan humor atau kebiasaan lokal agar audiens merasa, “Eh, ini billboard ngerti banget kota gue!”
Inilah bedanya dengan billboard biasa yang seragam di seluruh kota: hyperlocal terasa jauh lebih personal, lebih akrab, dan… lebih diperhatikan.
Mengapa Strategi Hyperlocal Relevan di Era Sekarang?
Di era digital seperti sekarang, orang justru mencari hal-hal yang terasa dekat dan nyata. Ironis, bukan?
Kita dikepung oleh iklan digital yang serba targeting, tapi terlalu banyak di antaranya yang terasa generik. Maka saat sebuah billboard menyapa kita dengan nama daerah atau gaya bicara khas tempat tinggal kita, perhatiannya jadi penuh, bukan sambil lalu.
Beberapa alasan mengapa strategi hyperlocal makin relevan:
1. Munculnya Kesadaran Komunitas dan Lokalitas
Di banyak kota, warga mulai bangga dengan identitas lokal mereka. Mulai dari bahasa, makanan, hingga gaya hidup. Strategi hyperlocal memanfaatkan semangat ini. Iklan tidak hanya tampil, tapi ikut membaur.
Misalnya, menyebut nama “Pecel Pincuk Madiun” di billboard kawasan Madiun terasa lebih otentik dibanding menyebut “makanan khas Jawa” secara umum.
2. Meningkatnya Kejenuhan Terhadap Iklan Korporat yang Kaku
Konsumen makin pintar. Mereka bisa tahu mana brand yang benar-benar hadir dan mana yang hanya numpang lewat. Billboard hyperlocal memberi sinyal bahwa brand benar-benar hadir dan menghormati komunitas lokal.
3. Momentum Sosial Lokal yang Terbuka untuk Disapa
Event seperti pemilu daerah, ulang tahun kota, pembukaan pasar tradisional, festival budaya, bahkan turnamen sepak bola antarkampung adalah momen-momen yang bisa dimasuki billboard dengan pendekatan lokal. Iklan yang nyambung dengan momen lokal terasa lebih tepat waktu dan lebih hidup.
Contoh Aktivasi: Ketika Billboard Menyebut Nama Daerah & Bahasa Lokal
Inilah bagian yang paling menyenangkan dan inspiratif. Saat billboard “bicara” dalam gaya lokal, hasilnya bukan cuma menyentuh hati, tapi juga viral.
Billboard di Jogja
“Lur, sing mbok goleki ana kene. Diskon gede wes siap!” Billboard ini ditaruh di kawasan Malioboro dan menyasar wisatawan lokal yang akrab dengan dialek Jawa. Hasilnya? Banyak orang memotret dan mengunggahnya ke media sosial karena terasa lucu dan pas.
Billboard Medan
“Mantul kali! Burger ini cocok buat anak Medan sejati.” Dengan gaya bahasa Medan yang khas, billboard tersebut langsung terasa seperti ajakan teman, bukan sekadar ajakan beli. Sentuhan kecil pada pilihan kata bisa membangun koneksi besar.
Billboard menjelang Pemilu Daerah
Brand layanan digital menayangkan pesan netral berbunyi:
“Pilih pemimpin dengan bijak. Suara kamu penting untuk masa depan kampungmu.” Meski tidak partisan, billboard ini menunjukkan bahwa brand peduli pada proses sosial yang terjadi di daerah tersebut. Ini membangun brand trust dengan cara halus tapi bermakna.
Billboard dalam Bahasa Bugis di Makassar
“Punna mappasiaga kopi, di sininna rasa ada. Paccing pole!” (Terjemahan: Kalau kamu ingin cari kopi, semua rasa ada di sini. Silakan coba!) Pendekatan ini sangat dihargai oleh komunitas lokal karena menunjukkan usaha brand memahami dan menghargai bahasa lokal, bukan sekadar datang untuk jualan.
Studi Kasus: Brand-Brand yang Berhasil Kampanye Hyperlocal
GrabFood – Kampanye “Rasa Lokal”
GrabFood membuat kampanye billboard yang berbeda-beda di tiap kota. Di Bandung, mereka menggunakan kata “pecah pisan”, di Medan pakai “mantul kali”. Hasilnya? Engagement lokal naik, dan orang-orang mulai memotret billboard tersebut untuk dibagikan di media sosial.
BCA – Billboard Ramadan Lokal
Saat Ramadan, BCA memasang billboard dengan ucapan selamat berbuka dalam berbagai bahasa daerah: dari “Selamat Ngeunahkeun Ta’jil” di Sunda, hingga “Selamat Ngeteh Bareng Keluarga” di Solo. Pendekatan ini tidak hanya menyentuh sisi religius, tapi juga nilai-nilai kedaerahan.
Spotify Wrapped – “Jaksel, Kamu Tuh…”
Spotify pernah membuat billboard di Jakarta Selatan dengan gaya bercanda khas anak Jaksel. Billboard itu menyindir gaya hidup mereka dengan nada yang menggelitik dan viral di TikTok. Ini contoh bagaimana billboard bisa masuk ke budaya lokal digital sekaligus fisik.
Manfaat Billboard Hyperlocal untuk Brand & Komunitas
Ketika brand memutuskan untuk berbicara dalam gaya khas lokal, mereka sebenarnya sedang membuka dialog dua arah—bukan hanya menyampaikan pesan, tapi juga menunjukkan bahwa mereka mendengarkan dan memahami audiens lokal.
Untuk Brand
Meningkatkan Kedekatan Emosional (Brand Affinity)
Ketika iklan menyebut “Arek Suroboyo”, “Wong Semarang”, atau “Urang Sunda”, konsumen merasa dilibatkan secara personal. Ini menciptakan ikatan emosional yang tidak bisa dibeli dengan iklan nasional yang generik.
Top of Mind di Komunitas Tertentu
Hyperlocal membuat brand tampil berbeda dan menonjol di tengah kepadatan pesan iklan. Bahkan di area dengan banyak billboard, pesan yang terasa “ngomong ke gue banget” jauh lebih mudah diingat.
Lebih Mudah Viral
Konten yang khas dan lokal sering kali difoto, direkam, lalu dibagikan. Orang merasa bangga jika kotanya disapa, apalagi dengan gaya bahasa yang unik. Efek viral ini terjadi secara organik, tanpa perlu biaya ekstra.
Dukungan ke Kampanye Offline
Misalnya, saat membuka cabang baru di Bandung, menggunakan billboard dengan sapaan khas warga lokal akan memperkuat kesan bahwa brand benar-benar “mendarat”, bukan sekadar lewat.
Komunitas merasa bahwa identitas lokal mereka diakui oleh brand besar. Ini memperkuat semangat kebersamaan dan kebanggaan kota.
Menumbuhkan Interaksi Sosial Positif
Orang-orang sering membahas billboard yang lucu atau relatable di grup WhatsApp lokal, media sosial, bahkan obrolan santai. Ini membuka ruang interaksi yang sehat dan menyenangkan.
Memperkuat Nilai Lokal
Billboard yang menyertakan idiom, bahasa daerah, atau budaya lokal ikut melestarikan identitas setempat. Brand yang sadar budaya akan jauh lebih diterima daripada yang sekadar agresif menjual.
Tantangan & Cara Menyesuaikannya Secara Otentik
Meski terdengar menarik dan efektif, strategi billboard hyperlocal bukan tanpa risiko. Justru karena menyentuh aspek budaya dan kebiasaan setempat, pendekatan ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Tantangan:
Salah Kaprah atau Salah Ucap
Menggunakan bahasa lokal tapi salah arti atau konteks bisa jadi bumerang. Bukannya akrab, malah dianggap tidak tahu adat atau menyinggung.
Contohnya, menggunakan istilah gaul dari Jakarta di Solo bisa terasa canggung, karena ritme dan norma komunikasi di Solo lebih halus dan sopan.
Terlihat “Pura-Pura Lokal”
Konsumen bisa membedakan mana brand yang memang memahami komunitas dan mana yang hanya “ikut-ikutan” demi viral. Jika tone iklan terasa dibuat-buat, hasilnya bisa berbalik negatif.
Kesenjangan Antara Pesan & Produk
Kalau brand menyapa dengan gaya lokal tapi produknya tidak tersedia atau tidak sesuai kebutuhan lokal, itu bisa menimbulkan kesan “ngomong doang”. Misalnya, billboard makanan Korea pakai bahasa daerah di kota yang belum ada outlet-nya, bisa menimbulkan kebingungan.
Solusi: Menjadi Otentik
Libatkan Warga Lokal dalam Proses Kreatif Gunakan tim lokal, penulis naskah lokal, atau setidaknya minta validasi dari orang asli daerah sebelum mencetak billboard. Ini bukan soal linguistik saja, tapi juga soal rasa.
Gunakan Nada Suara yang Humble & Human Jangan terlalu hard selling. Lebih baik gunakan pendekatan bersahabat, humoris, dan ringan—seperti ngobrol santai. Orang akan lebih terbuka jika tidak merasa “dijualin.”
Konsisten dengan Aksi di Lapangan Jika menyapa komunitas, pastikan produkmu bisa dinikmati di sana, atau ada bentuk aktivasi lain seperti promo lokal, kegiatan CSR, atau bahkan lowongan kerja setempat. Pesan yang kuat akan diperkuat oleh aksi yang nyata.
Kapan Saat yang Tepat Menggunakan Billboard Hyperlocal?
Menjalankan strategi hyperlocal idealnya tidak sembarangan. Ada momen-momen yang secara alami membuka peluang untuk brand berbicara dalam konteks lokal.
Saat Event atau Perayaan Lokal
Contoh:
Hari Jadi Kota
Festival Kuliner Daerah
Perayaan adat atau upacara tradisional
Konser atau bazar komunitas
Billboard yang “ikut merayakan” akan langsung terlihat lebih relevan.
Menjelang Pemilu Daerah atau Momen Sosial
Tanpa harus masuk politik, brand bisa mendukung kesadaran warga dengan pesan netral yang membangun.
Contoh:
“Jangan lupa datang ke TPS ya, Bojonegoro. Suara kamu berharga!”
Saat Brand Baru Masuk Wilayah Tertentu
Kalau kamu buka cabang baru atau ekspansi ke kota baru, gunakan billboard untuk menyapa warga lokal. Bukan cuma bilang “Kami Hadir”, tapi “Kami Siap Jadi Bagian dari Komunitas Ini.”
Saat Promo Terbatas yang Relevan dengan Gaya Hidup Lokal
Misalnya:
Diskon menu sarapan di kota dengan budaya “ngopi pagi bareng”
Promo jas hujan di kota dengan curah hujan tinggi
Penawaran bundling hemat di kawasan kos mahasiswa
Dengan memahami pola hidup lokal, brand bisa menyampaikan pesan yang lebih tepat sasaran dan mudah diterima.
Jika kamu ingin kita bantu buatkan skrip billboard hyperlocal untuk kota tertentu (beserta nada bahasa khasnya), cukup beri tahu daerah, produk yang ingin diiklankan, dan momen kampanyenya. Tim CRS bisa rancang billboard yang bukan cuma tampil—tapi mengobrol, menyapa, dan masuk ke hati warga lokal, KLIK banner di bawah ini, dan konsultasikan, sekarang!